Menciptakan Anak Cerdas

Selasa, 22 Maret 2011

Memiliki anak pandai, cerdas selalu menjadi impian bagi setiap orang tua sehingga merawat dan melindungi anak dengan memenuhi kebutuhannya agar tumbuh dan kembang secara optimal, mandiri dan sejahtera menjadi penting bagi setiap orang tua. Pada dasarnya membuat anak cerdas tidak melulu hanya memperhatikan asupan fisiknya saja. Peran orang tua sebagai pendidik utama memegang peranan yang sangat penting. Roslina Verauli, MPsi mengatakan, “Pada usia dua sampai tiga tahun ego anak sudah dimulai dengan mengenali problem yang sedang dialami orang tuanya. Dan pada usia empat tahun emosi anak ini mulai berkembang yang ditandai dengan perubahan perilaku.” Ibu dan ayah akan memiliki peranan yang berbeda dalam pola pengasuhan anak. Ayah akan cenderung memilih kegiatan bersama anak yang mengutamakan fisik.
Hal ini baik untuk menumbuhkan rasa percaya diri dan kompetensi anak, menumbuhkan need of achievement dan mengembangkan cita-cita anak. Untuk itu sangat baik bila anak sudah sejak dini diperkenalkan dengan aktifitas ayah seperti sesekali mengajak anak ke kantor untuk melihat ayahnya bekerja, memperkenalkan pada anak mengapa ayah harus berangkat pagi dan pulan petang. Dengan begitu dalam diri anak akan tumbuh pribadi yang bertanggung jawab. Sebaliknya ibu memiliki peran untuk menumbuhkan perasaan mencintai, menyayangi anak dan mengembangkan kemampuan berbahasa. Ibu harus dapat menjadi tempat pulang anak saat anak merasa gundah, sedih ataupun gembira. Kemampuan emosi anak ini harus dipacu sejak dini oleh ibu dengan menunjukkan kasih sayang seperti membelai dan memeluk. Untuk itu orang tua dituntut mampu memahami tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak dan memahami perkembangan tanggung jawab yang mampu diemban anak sesuai tahapan pertumbuhannya. Status perkembangan anak yang perlu diperhatian oleh orang tua adalah: 1. Status fisik dan motor yang berkaitan dengan perkembangan fisik dan gerak tubuh anak. 2. Status Kognitif yang berkaitan dengan perkembangan menta anak pada tingkat yang lebih tinggi yang memungkinkan anak memahami dan beradaptasi dengan lingkungan di mana anak akan berkemampuan berpikir (kecerdasan) dan kemampuan berbahasa. 3. Status emosi dan sosial yang berkaitan dengan kondisi psikis anak yang melibatkan perasaan anak baik positif maupun negatif serta bagaimana anak melihat dirinya berhubungan dengan orang lain. Hal ini bisa dilihat dengan perilaku anak dalam bergaul dengan teman-teman seusianya, misalnya meminjamkan mainan, atau berebut mainan. 4. Status moral dan spiritual yang berkaitan dengan pemahaman baik-buruk, benar-salah dan pemahaman nilai-nilai ke-Tuhan-an dan nilai-nilai agama. Pada usia empat tahun perkembangan moral dan spiritual ini sudah berkembang baik dan saatnya orang tua memperkenalkannya pada konsep agama seperti mengajarkan adanya surga dan neraka. Memahami konsep kecerdasan anak adalah hal yang sulit. Terminologi kecerdasan yang begitu kompleks sering membuat orang tua missed (kehilangan) menerapkan pemahaman tertentu pada anak, sehingga terkadang orang tua merasa sudah terlambat memberitahu anak bagaimana menyikapi hal-hal tertentu sesuai usia anak. Untuk itu sekali lagi agar anak cerdas, maka orangtua harus mampu mengambangkan permainan dan kegiatan sesuai status kognitif anak. Yang dapat dilakukan orang tua antara lain seperti pada tahap 4 bulan pertama sejak kelahiran berusaha melatih refleks (reaksi primer) anak (menyentuh sudut bibir anak secara berulang) yang sudah memiliki kemampuan menghisap agar anak terangsang untuk mencari putting susu ibunya. Pada usia ini fokus perangsangan adalah pada tubuh anak itu sendiri. Pada usia 4 sampai 8 bulan orang tua susah dapat memulai merangsang reaksi sekunder anak dengan menggunakan dua indera anak secara bersamaan, misalnya melihat dan mendengar. Pada usia 8 bulan sampai satu tahun anak sudah dapat dilatuh untuk mengembangkan kemampuan koordinasinya dengan melihat perubahan sekitarnya seperti menendang mainan dan melihatnya menjauh dari diri anak. Reaksi tertier dapat diasah mulai usia satu sampai satu setengah tahun dengan mengajari anak untuk dapat berespon menyelesaikan masalah. Sebagai contoh adalah bagaimana melihat orangtuanya membunyikan mainan, mendorong mobil sehingga berjalan atau menirukan suatu bunyi dengan lebih akurat. Akhir tahun kedua ini anak akan mulai menggunakan bahasa dan simbol untuk mengekspresikan diri. Dan inilah tahap berfikir anak. Jangan bingung dan terperangah ya… Pada tanggal 24-26 Juli 2009 mendatang, Roslina Verauli,MPsi akan membeberkan secara lengkap bagaimana orangtua memacu anak agar cerdas seperti Einstein dalam acara Smart Parents Conference sebagai wujud dan komitmen Frisian Flag Indonesia dalam menjadi mitra orang tua untuk mengoptimalkan kecerdasan anak dan balita yang akan diadakan di Jakarta Convention Center bersama sejumlah pembicara lain yang terpercaya di bidang nutrisi, edukasi dan keuangan, psikologi serta kesehatan anak.



Baca juga artikel dibawah ini

Next Prev